ORIENTASI BARU DALAM PENDIDIKAN

IMG_20151222_093352

 

INTELIGENSI

Hakikat Inteligensi

Kemampun untuk menyelesaikan masalah, menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. (Gardner dalam Sujiono. N, 1993:2009)

 

Konsep-konsep Inteligensi :

  • Kecerdasan atau keterampilan menyelesaikanmasalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari. (Santrock, 2009)
  • Pintar , mendapatkan peringkat dalam kondisi pembelajaran. (Slavin, 2006)
  • Pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien. (Djaali, 2006
  • Kemampuan yang menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang dihadapi. (Sujiono Nurani, 2009)
  • Kecerdasan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya: faktor adaptasi, kemampuan dan interaksi. (Ormrod J.E, 2007)
  • Berbagai Kemampuan yang berbeda-beda dalam penerapan kehidupan sehari-hari (matematika-logis, musik, spasial, kinetik jasmani, linguistic, intrapersonal, interpersonal dan natural).

 

Macam-macam inteligensi dan paradigma MI dalam Pendidikan:

  • Analitis
  • Kreatifitas
  • Praktis

 

Multiplle Inteligensi (penilaian dalam memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu)

  1. Kecerdasan Matematika-logis
  2. Kecerdasan Musikal
  3. Kecerdasan Spasial
  4. Kecerdasan linguistik
  5. Kecerdasan kinestetik-jasmani
  6. Kecerdasan Intrapersonal
  7. Kecerdasan Interpersonal
  8. Kecerdasan Naturalis
  • Kecerdasan Emosional/Spiritual

 

Pengukuran Inteligensi

  • Tes Inteligensi Individual

IQ = MA/CA x 100

dimana :

MA : mental seseorang

CA  : Usia Kronologis

  • Tes Intelegensi Kelompok

Strategi yang digunakan sama dengan Intelegensi Individual dengan dilengkapi informasi kemampuan masing-masing siswa

Fakta:

  • Semakin cerdas seseorang semakin besar peluang untuk sukses, ternyata banyak orang yang nampaknya tidak cerdas lebih sukses dibanding orang yang nampak cerdas
  • Tes kecerdasan umumnya hanya diberikan pada orang yang berpendidikan, ternyata tidak semua orang berpendidikan memiliki kecerdasan yang tinggi dan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas
  • Pendidikan formal di Indonesia mengedepankan inteligensi analitis, lebih menghargai peserta didik yang mendapat nilai di atas rata-rata, padahal peserta didik yang mendapat nilai di bawah rata-rata mempunyai intelegensi lain yang patut dihargai.

 

Implementasi dalam bidang pendidikan

Kondisi saat ini dalam aplikasi pendidikan di Indonesia masih mengedepankan intelegensi analitis dan mengenyampingkan intelegensi-intelegensi lainnya seperti, kreatif dan praktis. Padahal intelegensi analitis tidak melahirkan banyak selain dari konsep-konsep pengetahun, sementara karakter individu itu lain-lain kemampuannya. Banyak individu yang berkompetensi dari intelegensi kreatif dan praktis, namun jika disekolah tidak diseimbangkan penerapan intelegensi-intelegensi tersebut  pada peserta didik, maka perubahan progressif pendidikan akan mengalami perubahan yang sangat lambat sekali.

Implementasi intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang ditunjang dengan multiplle intelligence termasuk intelegensi emosional di dalamnya, harus dirumuskan dan diterapkan pada tingkatan-tingkatan sekolah sebagai awal pembelajaran kedepannya untuk menjadi individu yang ahli dan professional.

Sumber Belajar

  1. Djaali, (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
  2. Jurnal Pendidikan penabur, No.04/Th IV/juli 2005
  3. Ormord, E. (2007). Educational psycologi (Fourt edition). Clombus, Ohio.
  4. Santrock, John W. (2009). Educational Psychology (Edisi 3). Jakarta, Salemba Humanika.
  5. Slavin, Robert E. (2006) . Educational Psychology (International edition). Boston: Allyn and Bacon.
  6. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003. (2009). Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
  7. Wikipedia, File//F/. Theory of Multiplle Inteligensi. Htm.
  8. Wolfolk, Anita. (2007). Educational Psychology (tent edition). Boston: pearson education, Inc.
  9. Yuliani Nurani Sujiono, (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

 

INTELIGENSI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pengembangan potensi diri sebagai proses pengenalan kemampuan setiap individu lebih dalam. Dengan pendidikan, individu yang tidak tahu menjadi tahu, baik itu proses pendidikan internal dalam keluarga, pendidikan formal, informal maupun non formal.

Pendidikan memberikan hal-hal yang baru mengenai pembelajaran berbasis pengetahuan, perilaku, berbahasa, berbicara, menulis, membaca, berhitung, dll. Yang kesemua itu menjadi ilmu dasar yang harus dikuasai untuk mempelajari berbagai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di cakrawala.

Untuk menguasai ilmu-ilmu dasar tersebut tentu saja harus ditunjang dengan kondisi fisik yang normal, agar proses interaksi dapat terjadi dengan jelas. Namun bagaimana halnya dengan individu yang tidak ditunjang dengan kondisi fisik yang normal, dalam hal ini kondisi individu yang dilahirkan sudah tidak normal, seperti misalnya: tidak bisa melihat, tidak bisa berbicara jelas, tidak bisa berbahasa, tidak bisa mendengar, tidak bisa berjalan, dll. Individu yang tidak normal  secara fisik juga harus mampu menguasai ilmu-ilmu dasar tersebut.

Yang paling mendasar diantara ilmu-ilmu dasar tersebut adalah mampu berbicara jelas dalam mengungkapkan sesuatu, sebagai proses interaksi awal. Individu yang mempunyai masalah dalam organ wicaranya dalam hal ini karena faktor bibir sumbing sejak lahir tidak akan mampu berbicara dalam bahasa yang jelas, sehingga terjadi kesulitan untuk difahami cepat oleh orang lain, apa yang diungkapkannya. Ini menjadi masalah besar bagi individu yang cenderung psikologisnya menjadi minder, tidak percaya diri, tidak mau bergaul, murung, sehingga mengganggu motivasinya untuk belajar. Bahkan tidak mau berteman dengan siapapun karena merasa malu dengan kondisinya yang berbeda dengan teman-temannya, serta intelligensi yang dimiliki individu tersebut dianggap rendah, karena ketidaknormalan dalam organ wicara yang dalam hal ini bibir sumbing mengakibatkan proses pembelajaran berbahasa artikulasi dalam berbicara tidak jelas dan tidak difahami oleh guru dan teman-temannya.

Oleh karena itu permasalahan ini meski ada solusinya, agar individu yang mempunyai ketidaknormalan dalam artikulasi berbicara tidak dianggap rendah intelligensinya, karena  kemungkinan individu tersebut mempunyai intelligensi yang lebih tinggi dibidang lain yang patut dihargai dan guru diharapkan dapat memberikan pembelajaran  khusus, sehingga individu yang mempunyai kesulitan belajar berbicara artikulasi karena faktor kecacatan organ wicara tetap mempunyai motivasi belajar, percaya diri dan tidak minder dalam berteman dengan teman-temannya yang normal dalam kondisi pembelajaran yang formal.

  1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah dalam makalah ini adalah :

  1. Bagaimanakah pengaruh kesulitan artikulasi bahasa karena faktor kecacatan dari lahir terhadap proses pembelajaran
  2. Kesulitan belajar artikulasi bahasa terhadap anak usia 7 tahun (kelas 2 SD).
  3. Intelligensi dianggap rendah pada anak yang mengalami kecacatan fisik oragan wicaranya yaitu bibir sumbing
  1. Pembatasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan supaya tidak meluas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut :

  1. Kesulitan artikulasi bicara dalam berbahasa pada proses interaksi pembelajaran
  2. Kesulitan artikulasi bicara pada anak usia 7 tahun (Kelas 2 SD)
  3. Anak yang terlahir tidak normal fisik organ wicaranya yaitu bibir sumbing dianggap rendah intelligensinya

 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

Intelligensi pada anak berkebutuhan khusus (cacat organ wicara faktor bibir sumbing sejak lahir), dianggap rendah pada kondisi pendidikan formal.

  1. Kegunaan Makalah

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas maka diharapkan dari hasil pembahasan ini dapat disosialisasikan sehingga memberikan berbagai masukan/ sasaran yang bermanfaat praktis maupun teoritis bagi :

  1. Penyusun

Dapat menambah wawasan, khususnya tentang Intelligensi pada anak berkebutuhan khusus (cacat organ wicara faktor bibir sumbing sejak lahir), dianggap rendah pada kondisi pendidikan formal.

 

  1. Masyarakat

Diharapkan dengan pemahaman metoda pembelajarannya, masyarakat yang mempunyai anggota keluarga yang tidak normal organ wicaranya bisa menerapkan di dalam internal keluarga, agar anak mampu besosialisasi di lingkungannya, serta tidak menganggap rendah terhadap intelligensi yang dimilikinya.

 

  1. Pembaca

Memberikan penambahan wawasan dan informasi dalam pendekatan pembelajaran bagi anak yang berkesulitan artikulasi berbicara karena ketidaknormalan organ wicara sejak lahir serta tidak menganggap rendah terhadap intelligensi yang dimilikinya.

BAB II

KAJIAN TEORI

 

  1. Intelligensi dan Hakikatnya

Santrock (2009:151) “Kecerdasan atau keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari”. Artinya bahwa seorang individu dapat menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang dimilikinya dan berusaha menyesuaikan diri dalam lingkungannya baik yang datang dari lingkungan internal maupun eksternalnya.

Seorang individu yang mempunyai intelligensi tinggi cenderung akan muncul kecerdasannya dalam berbagai lingkungan dimanapun individu itu berada, yang tentu menjadi harapan keluarga, masyarakat bangsa dan Negara untuk menjadi generasi penerus yang tampil lebih baik dalam lingkungan pembelajaran. Seperti yang dikatakan, Slavin (2006:163). Satu hal bahwa terdapat orang-orang ‘pandai’ yang dapat diharapkan tampil dengan baik dalam berbagai jenis situasi pembelajaran.

Djaali (2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Artinya bahwa seorang individu bisa menyelesaikan permasalah dengan cepat apabila memadukan dan menyatukan dari berbagai intelligensi-intelligensi, sehingga individu tersebut dapat menyelesaikan permasalahannya dengan secara efektif dan efisien.

Sujiono (2009:177) “Kemampuan yang menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang dihadapi”. Artinya bahwa seorang individu akan terlihat intelligensinya ketika misalnya 2 orang individu yaitu individu A dan individu B dihadapkan dalam satu persoalan yang sama, namun dalam waktu yang ditentukan, salah satu individu tersebut yaitu individu A sudah terlebih dulu dapat menyelesaikan permasalahannya, berbeda dengan individu B membutuhkan banyak waktu lagi untuk menyelesaikan permasalahannya.

Hakikat Intelegensi

Kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. (Gardner dalam Sujiono, 2009:176). Artinya bahwa hakikat intelligensi adalah kecerdasan yang sudah dimiliki seorang individu sejak lahir dan merupakan hal yang paling berharga sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk menciptakan hal-hal yang baru baik karya berbentuk fisik maupun non fisik yang diperlukan oleh manusia sebagai kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Melihat perkembangan jaman sudah masuk pada budaya masyarakat informasi serba tekhnologi, maka pembuatan karya-karya baru diharapkan untuk mempermudah dalam proses aktifitas kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan adalah kemampuan adaptasi  dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari. Kecerdasan merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian suatu tujuan hidup atau  kesuksesan bagi seorang individu, namun demikian kecerdasan bukan satu-satunya faktor utama, karena inteligensi ini di pengaruhi oleh banyak faktor seiring dengan perkembangannnya. Faktor-faktor itu diantaranya adalah lingkungan dan proses belajar yang di tempuh oleh seseorang. Santrock (2009:151).

                 (Huxley dalam Santrock 2009:151) mengemukakan bahwa anak-anak mempunyai rasa ingin tahu dan kecerdasan yang luar biasa Huxley juga mengatakan bahwa inteligensi merupakan milik manusia yang paling berharga yang tidak dapat di ukur secara langsung, melainkan dapat mengevaluasi kecerdasan melalui tindakan cerdas seseorang, tes inteligensi hanya di gunakan untuk memprediksi tingkat kecerdasan seseorang.

Ormrod (2007:105) mengemukakan bahwa kecerdasan (inteligensi) di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

  1. Faktor adaptasi: kemampuan dalam menentukan  tujuan,dan beradaptasi terhadap brbagai metode untuk mencapai kesuksesan
  2. Faktor kemampuan dalam menggunakan pengetahuan yang di miliki untuk menganlisis dan menemukan cara baru yang efektif untuk menyelesaikan masalah secara cepat.
  3. Faktor interaksi: banyak melibatkan diri dalam interaksi sosial dan mampu melakukan koordinasi dalam kelompok yang memiliki peribadi yang berbeda-beda.

Beberapa faktor tersebut merupakan unsur-unsur penyusun dari intelegensi atau kecerdasan itu sendiri selain faktor-faktor lainnya. Hakikat Intelegensi adalah bagaimana individu itu mampu untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.

Woolfolk (2007:111) “Kemampuan untuk belajar dalam jumlah pengetahuan yang sudah diperoleh dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik dalam setiap situasi yang baru dari yang pribadi sampai ke lingkungan yang umum”. Artinya seorang individu yang mempunyai sejumlah kecerdasan pasti memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam berbagai lingkungan khususnya lingkungan pribadi dan umumnya lingkungan secara umum.

 

  1. Bahasa, Wicara dan Hakikatnya

Bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca, dan menulis. Bahasa salah satu bentuk interaksi manusia yang paling kaya diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Keanekaragaman bahasa menjadi keunggulan manusia. Komunikasi bahasa dalam bentuk wicara yang selalu dipergunakan manusia di berbagai lingkungan manapun.

(Mulyono, 2003: 183): “Wicara merupakan suatu bentuk penyampaian bahasa dengan menggunakan organ wicara”. Ada orang yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik tetapi ada gangguan pada organ wicaranya sehingga memiliki kesulitan dalam wicara. Ada orang yang dengan organ wicaranya baik tetapi memiliki kesulitan dalam berbahasa dan ada pula orang yang di samping memiliki kesulitan dalam bahasa juga memiliki kesulitan dalam wicara.

Kesulitan wicara karena faktor kecacatan organ mulut yaitu dalam hal ini bibir yang sumbing menjadi kesulitan dalam organ wicara seorang individu dalam mengungkapkan bahasa yang artikulasinya tidak jelas dan tidak dapat cepat dimengerti bagi orang yang mendengarkan.

Anak usia 7 tahun kelas 2 SD yang mengalami kecacatan wicara, pada perkembangannya akan mengalami proses yang sulit dalam belajar dan sulit berinteraksi di lingkungan terutama dalam lingkungan sekolahnya. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan berkebutuhan khusus atau pendidikan inklusif, dimana kurikulum yang menyesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan anak yang menyesuaikan dengan kurikulum.

(Sujiono, Nurani: 2009: 170): “dalam pendidikan inklusif bukan anak yang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum tetapi kurikulumlah yang harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak demi pengembangan semua potensi kemanusiaannya”.

Gangguan bicara dan bahasa (speech ang language disorder) meliputi sejumlah masalah berbicara (seperti ganggguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan kefasihan).

Dan masalah berbahasa (kesulitan dalam menerima informasi dan mengungkapkan bahasa). (Hulit & Howard, 2006; Ree, 2005, dalam Santrock, 2009: 262).

Gangguan artikulasi (articulation disorder) adalah masalah dalam pengucapan bunyi dengan benar. Artikulasi seorang anak pada usia 6 atau 7 tahun masih belum bebas kesalahan, tapi harus bebas dalam kesalahan pada usia 8 tahun.

Menurut ASLHA (American Speech-Language-Hearing Association), dalam Mulyono, 2003: 183), “ada 3 komponen wicara yaitu artikulasi, suara dan kelancaran”.  Komponen artikulasi berkenaan dengan kejelasan pengujaran kata; komponen suara berkenaan dengan nada, kenyaringan, dan kualitas wicara; dan komponen kelancaran berkenaan dengan kelancaran wicara.

Ekspresi bahasa memiliki enam komponen, yaitu fonem, morfem, sintaksis, semantik, prosodi, dan pragmatik. (Mulyono, 2003: 183).

Individu yang mengalami gangguan organ wicara, harus memahami ke-6 komponen tersebut diantaranya: Fonem (satuan terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti), Morfem (satuan terkecil yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat dibedakan artinya), Sintaksis (bagaimana kata-kata disusun untuk membentuk suatu kalimat), Semantik prosodi (berkenaan dengan penggunaan pola yang layak, intonasi, dan tekanan pola-pola bahasa), dan pragmatik (berkenaan dengan cara menggunakan bahasa dalam situasi social yang sesuia).

Tidak mudah memang dalam prosesnya untuk menguasai ke-6 komponen tersebut, dibutuhkan pembelajaran khusus dalam pencapaiannya.

  1. Anak Berkebutuhan Khusus (Gangguan Bahasa dan Bicara)

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Salah satunya adalah gangguan bicara.

Gangguan bicara dan bahasa meliputi sejumlah masalah berbicara seperti (gangguan artikulasi, gangguan suara, dan gangguan kefasihan), dan masalah berbahasa (kesulitan dalam menerima informasi dan mengungkapkan bahasa). (Santrock, 2009:262).

Anak yang mempunyai gangguan artikulasi mungkin merasa sulit atau malu untuk berkomunikasi dengan teman-teman sebaya atau guru. Akibatnya, anak tersebut menghindari mengajukan pertanyaan, enggan berpartisipasi dalam diskusi, atau menghindari berkomunikasi dengan teman-teman sebaya.

Masalah artikulasi biasanya dapat diperbaiki atau diselesaikan dengan terapi wicara, meskipun membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun. (Hulit & Howard dalam Santrock, 2009:262).

Gangguan suara tercermin pada cara bicara yang serak, parau, terlalu keras, terlalu tinggi, atau terlalu rendah. Anak-anak yang memiliki bibir sumbing sehingga langit-langit mulut yang pecah, mempunyai gangguan suara yang membuat cara bicara mereka sulit  dimengerti. Santrock, (2009:263). Apabila seorang anak berbicara dalam cara yang terus-menerus sulit untuk dimengerti, maka anak tersebut harus dirujuk kepada seorang ahli terapi wicara.

Gangguan wicara menjadi penghalang perkembangan anak dalam belajar, tidak mudah bagi guru dan orang tua memberikan metoda pembelajaran khusus agar anak yang mempunyai gangguan organ wicara mampu beradaptasi di sekolah formal terlebih beradaptasi dengan materi-materi pembelajaran.

  1. Intelligensi pada Anak Berkebutuhan Khusus dianggap Rendah

Intelligensi atau kecerdasan merupakan suatu hal yang berharga yang sudah ada pada masing-masing individu sejak lahir. Berbagai intelligensi yang ada pada masing-masing individu sangat berbeda-beda. Ada yang intelligensinya menonjol, ada yang standar rata-rata, dan ada yang intelligensinya tidak menonjol.

Santrock, (2009:152) “tidak ada yang bodoh atau pintar yang ada adalah penonjolan kecerdasan pada masing-masing individu”.

Anak yang normal secara fisik dan psikologis memiliki perbedaan penonjolan intelligensi di sekolah-sekolah konvensional dengan anak-anak yang lainnya, begitu halnya dengan anak-anak yang tidak normal secara fisik dan psikologis mempunyai intelligensi yang menonjol pula dalam sekolah konvensional.

Anak-anak yang secara fisik tidak sempurna dan psikologis (ab normal), mempunyai kesulitan belajar dalam sekolah konvensional, melihat perbedaan fisik yang kentara sehingga menjadikan anak yang cacat fisik dimarginalkan oleh gurunya dan dianggap rendah intelligensinya, sebagai contoh anak yang mempunyai gangguan organ wicaranya sehingga tidak mampu mengikuti proses pembelajaran.

Cenderung seorang guru tidak mau memperhatikan lebih terhadap anak yang mempunyai cacat fisik, apalagi proses intelligensi yang paling dihargai hanya terarah pada kemampuan matematis dan bahasa (Analitis). Sehingga tentu saja intelligensi-intelligensi lain yang ada pada anak tidak berkembang. Sementara kemampuan anak itu berbeda-beda tidak hanya mempunyai intelligensi yang menonjol pada bidang matematis dan bahasa, tetapi masih banyak intelligensi lain yang sangat luar biasa yang patut dihargai.

(Strenberg dalam Santrock, 2009:156) “siswa mempunyai pola triarchic yang berlainan, yaitu: Intelligensi Analitis, Kreatif, dan Praktis”.

Dari kutipan di atas jelaslah bahwa, guru harus mampu membedakan anak yang mempunyai penonjolan intelligensi dalam bidang yang berbeda-beda, dan tidak mengganggap bahwa anak yang tidak menonjol dalam bahasa dan matematis itu tidak cerdas atau tidak pandai.

Terlebih pada anak yang mempunyai gangguan organ wicaranya, bukan berarti anak tersebut tidak mempunyai intelligensi atau tidak pandai. Mereka mempunyai intelligensi tinggi dibidang lain yang patut dihargai yang sangat bermanfaat.

Sebagai contoh : Di salah satu SDN di Kabupaten Karawang ada seorang anak SD kelas 2 yang mempunyai kecacatan bibir sumbing sehingga mengakibatkan organ wicaranya terganggu dan tidak sempurna dalam artikulasi berbahasa. Guru yang mengajari anak tersebut sedikit membedakan dan menganggap rendah intelligensinya dengan anak-anak yang lainnya, karena anak tersebut dalam hasil ulangan verbal dan objektif matematis selalu mendapat nilai dibawah rata-rata. Namun anak tersebut bila disuruh menggambar oleh gurunya. Gambar apapun itu selalu bagus. Di rumahnya juga anak tersebut terlihat kreatif dalam memanfaatkan benda disekitarnya yang sudah tidak terpakai menjadi menarik untuk dilihat dan digunakan, serta menggambar benda-benda di sekitarnya dengan rapih dan indah tanpa harus disuruh oleh siapapun.

Melihat contoh, kecenderungan anak tersebut mempunyai intelligensi kreatif yang jika terus digali dan dikembangkan potensinya, kemungkinan anak tersebut bisa menjadi seorang ahli dalam bidang seni.

Namun pada dasarnya seorang guru masih melihat anak yang pandai itu adalah anak yang mempunyai intelligensi yang tinggi dalam bidang bahasa dan matematis.

Semua itu perlu pelurusan pemahaman bagi guru terhadap anak yang mempunyai ketidaksempurnaan fisik yaitu gangguan organ wicara, tidak dianggap rendah pada kondisi pendidikan formal.

  1. Faktor Penyebab Intelligensi pada Anak Berkebutuhan Khusus dianggap Rendah

Orang tua mana yang tidak ingin anak yang sempurna? Cerdas, aktif, gembira, santun dan sempurna penampilannya. Kenyataannya saat ini banyak sekali kasus anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Ciri-ciri/karakteristik anak yang mengalami gangguan komunikasi: (Wikimedia common, 2008)

  1. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,
  2. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
  3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
  4. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
  5. Suaranya parau/aneh,
  6. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
  7. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.

Anggapan rendah terhadap anak yang berkebutuhan khusus karena, guru sudah terbiasa dengan pembelajaran dengan formal di sekolah-sekolah kovensional dengan menekankan pada pembelajaran bahasa dan matematis, ujian objektif verbal. Sementara kemampuan anak tidak bisa diukur dari segi kemampuan intelligensi bahasa dan matematis saja. Sehingga ketika guru berhadapan dengan anak yang mempunyai gangguan organ wicara dan keterbatasan dalam intelligensi bahasa dan matematis, langsung menjustifikasi bahwa anak tersebut tidak pandai tidak memiliki intelligensi. Padahal belum tentu jika dilakukan pendekatan lebih dalam, karena pada dasarnya semua individu terlahir dengan dibarengi intelligensinya masing-masing, jika digali dan diberi arahan akan bakatnya dalam suatu bidang.

 

  1. Cara Mengatasinya

Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

Cara mengatasinya perlu kerjasama dari orang tua dan guru kalau perlu dengan bantuan orang professional yang ahli dalam bidang penanganan anak-anak berkebutuhan khusus.

Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.

Perlu adanya identifikasi lebih dalam sebagai wujud untuk mengetahui proses pembelajaran yang sesuai, diantaranya:

  1. Perencaanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa, (Wikimedia common, 2008)

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran.
  2. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.
  3. Menyusun program pembelajaran individual.
  4. Pelaksanaan pembelajaran

Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.

  1. Pemantauan kemajuan belajar dan evaluasi

Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan/atau bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah.

Selain itu seorang guru juga harus berperan dalam kemitraan dengan orang tua. Sujiono (2009:171-172) “beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengoptimalkan layanan pada anak berkebutuhan khusus yitu : sikap guru yang selalu membantu, bertindak proaktif dengan orang tua, perpustakaan yang dapat dipinjam, makan bersama orang tua dan pameran seni karya, kerjasama di hari sabtu, buku pesan untuk orang tua, hari hiburan anak dan keluarga, kursus bagi orang tua, pertemuan orang tua dan guru, buku catatan orang tua dan daftar telepon, daftar baby sitter, ketika terjadi kecelakaan, mengatasi complain orang tua, pertemuan orang tua dan kunjungan ramah”.

Karena dengan begitu potensi yang dimiliki anak yang memiliki gangguan oragan wicara akan diketahui keahliannya, sehingga akan mampu mengarahkan pada bidang yang disenanginya tanpa harus menganggapnya sebagai anak yang tak pandai.

Jika memang diperlukan untuk meminta bantuan tenaga ahli professional untuk menangani terapi wicara anak tersebut, serta mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah untuk mendapat saran-saran pemecahan dan tindak lanjutnya.

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Anak yang memiliki ketidak sempurnaan organ fisik yaitu organ wicaranya terganggu sehingga artikulasinya tidak jelas karena faktor kecacatan dari lahir merupakan anak yang membutuhkan perhatian khusus dari orang tua dan guru. Anak yang memiliki kecacatan sama halnya dengan anak yang normal lainnya memiliki penonjolan intelligensi dalam bidangnya. Tidak ada yang bodoh atau pintar di dunia ini yang ada adalah penonjolan Intelligensi. Terlepas intelligensi yang dimiliki anak yang berkebutuhan khusus (organ wicara terganggu) ataupun anak yang normal.

Orang tua dan guru tidak layak menganggap rendah intelligensi yang dimiliki anak yang berkebutuhan khusus, karena intelligensi itu tidak hanya diukur dari kemampuan dari segi bahasa dan matematis. Tetapi masih banyak intelligensi yang menjadi kecenderungan masing-masing individu yang sangat membanggakan yang patut dihargai. Misalnya intelligensi secara umum (analitis, kreatif dan praktis), intelligensi khusus (linguistic, logica matematika, kinestetika, visual spasial, musical, naturalistic, interpersonal, dan intrapersonal), dan intelligensi emosional.

Bila intelligensi yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus (organ wicara terganggu) terus digali sesuai kemampuannnya, maka anak tersebutpun akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang ahli dan professional.

  1. Saran

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkebutuhan khusus, agar dapat diharapkan di berbagai lingkungan, sebaiknya orang tua dan guru:

  1. Memberikan metoda pembelajaran khusus bagi anak yang mengalami gangguan organ wicara pada kondisi pembelajaran formal
  2. Tidak menganggap rendah intelligensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, karena pada dasarnya semua individu mempunyai intelligensi masing-masing, namun proses pembelajaran dan arahannya saja yang membedakan.
  3. Dalam proses pembelajarannya, agar terus didampingi dan berperan aktif antara orang tua dan guru dan tenaga ahli professional, agar proses penggalian intelligensi berjalan dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djaali, (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

http//:Wikimedia common:otak. (2008)

Mulyono, (2003). Pendidkan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ormord ellis,Jeanne (2007). Educational Psycologi  (Fourt Edition). Columbus,Ohio.

Santrock, John W. (2009). Educational psychology, pendidikan psikologi (edisi 3 terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.

Wolfolk, Anita (2007). Educational psychology (tenth edition). Boston:pearcon education,Inc.

Yuliani Nurani Sujiono, (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..

DAFTAR ISI ………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang……………………………………………………..

B.   Identifikasi Masalah……………………………………………….

C.   Pembatasan Masalah…………………………………………….

D.   Rumusan Masalah…………………………………………………

E.   Kegunaan Masalah…………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

A.   Inteligensi dan Hakikatnya……………………………………………

B.   Bahasa, Wicara, dan Hakikatnya ……………………………………

C.   Anak Berkebutuhan Khusus (gangguan organ wicara) …………..

D.   Intelligensi pada Anak Berkebutuhan Khusus dianggap rendah……………………………………………………………………

E.   Faktor penyebab Intelligensi pada Anak Berkebutuhan Khusus………………………………………………………………….

F.    Cara Mengatasinya……………………………………………………..

BAB III PENUTUP

A.   Kesimpulan………………………………………………………………

B.   Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

 

i

ii

1

2

2

3

3

4

6

8

9

11

12

 

15

15

17

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Wr., Wb.,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat izin dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Intelligensi pada anak berkebutuhan khusus (cacat organ wicara sejak lahir) dianggap rendah pada kondisi pendidikan formal“  Mata kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan.

Sholawat serta salam terlimpah curah kepada sang revolusioner Islam sedunia dan suri tauladan sepanjang masa , Habibana wanabiyana Rasulallah Saw.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan.

Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu ,Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya  dan bagi pembaca umumnya.

Billahitaufik Walhidayah

Wasslamu’alaikum Wr., Wb.

 

 

Jakarta, 22 Februari 2010

 

 

 

                                                                  Penyusun

INTELLIGENSI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (CACAT ORGAN WICARA SEJAK LAHIR) DIANGGAP RENDAH PADA KONDISI PENDIDIKAN FORMAL

 

TUGAS MATA KULIAH ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DOSEN Pengampu : Dr. Yuliani Nurani Sujiono, M.Pd.

 

 

Oleh :

Ani Marlina –   7416090223/ PKLH

 

 

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2010

INTELLIGENSI

BAB I

PENDAHULUAN

Fakta perbedaan tingkat hasil pembelajaran dalam pendidikan di Indonesia, menggambarkan beberapa hal yang terjadi di masyarakat, diantaranya:

  1. Semakin cerdas seseorang semakin besar peluang untuk sukses, ternyata banyak orang yang nampaknya tidak cerdas lebih sukses dibanding orang yang tampak cerdas
  2. Tes kecerdasan umumnya hanya diberikan pada orang yang berpendidikan, ternyata tidak semua orang berpendidikan memiliki kecerdasan yang tinggi dan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas
  3. Pendidikan formal di Indonesia mengedepankan intelegensi analitis, lebih menghargai peserta didik yang mendapat nilai di atas rata-rata, padahal peserta didik yang mendapat nilai di bawah rata-rata mempunyai intelegensi tinggi lain.

Inteligensi/kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. (Djaali, 2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

Kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi  dan menggunakan pengetahuan yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan hidupnya.

Semakin cerdas seseorang maka semakin besar peluang untuk lebih sukses di bandingkan orang yang tidak cerdas, karena Kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang perlu diadakan tes kecerdasan.

Selama ini tes kecerdasan umumnya hanya di berikan kepada orang-orang yang menempuh bangku pendidikan sehingga tampak bahwa tingkat kecerdasan orang yang berpendidikan  di anggap lebih baik di bandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan, namun kenyataan di lapangan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas, hal ini di buktikan dengan banyaknya orang yang sukses tanpa melalui jenjang pendidikan yang tinggi contoh para pedagang yang sukses.

Berdasarkan fakta tersebut sebaiknya tes kecerdasan juga di berikan kepada orang-orang yang tidak menempuh bangku pendidikan untuk memperoleh informasi yang lebih jauh tentang faktor utama yang mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang selain faktor pendidikan formal.

Melihat uraian diatas mengenai intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang mempunyai perhatian yang berbeda selama ini dalam wilayah pendidikan. Sehingga tidak dapat merubah cepat keberhasilan pembelajaran suatu sekolah khususnya dan umumnya bangsa dan Negara, maka perlu ada perubahan sistem pembelajaran sekolah yang dapat menyeimbangkan berbagai macam intelegensi peserta didik yang dimiliki, dengan mengawali pemberian tes. Misalnya memberikan pembelajaran tes analitis dari STAT (Stern Triarchic Abilities Test).

Seperti yang dikatakan (Sternberg dalam Santrock, 2009:157) “STAT untuk menilai intelegensi analitis, kreatif dan praktis. Ketiga jenis kemampuan ini diperiksa melalui esai dan soal verbal, soal kuantitatif, serta gambar dan soal pilihan ganda. Tujuannya adalah untuk mendapat penilaian intelegensi yang lebih lengkap dibandingkan dengan yang mungkin didapat dengan tes konvensional”.

Bagian analitis dari STAT sangat mirip dengan konvensional, dimana individu-individu diminta untuk memberikan arti dari kata-kata, melengkapai rangkaian angka dan melengkapi matriks. Bagian praktis dan kreatif berbeda dengan tes konvensional. Sebagai contoh, dalam bagian kreatif, individu menulis sebuah esai tentang rancangan sekolah yang ideal. Bagian praktis meminta seseorang untuk menyelesaikan masalah sehari-hari yang mudah, seperti merencanakan rute dan membeli tiket sebuah acara.

Selain itu memberikan kebebasan dalam pemilihan ekstrakurikuler bagi peserta didik, baik ektrakurikuler olahraga, kesehatan, kesenian, pecinta alam, marching band, pramuka, paskibra, PMR, dll. Dengan batas-batas yang ditentukan oleh dewan sekolah, agar mendapatkan arahan yang jelas terhadap intelegensi yang dimiliki setiap individu.

Tes kecerdasan kedepannya tidak hanya diberikan kepada orang yang menempuh bangku pendidikan, tapi juga diberikan pada orang-orang yang sempat mengenyam bangku pendidikan agar informasi yang diperoleh tentang intelegensi lebih akurat. Sehingga kesepakatan tentang pengertian tentang intelegensi secara utuh bisa tercapai.

Merubah paradigma kedepannya mengenai konsep semakin cerdas seseorang semakin besar peluang untuk sukses, walaupun kenyataannya banyak orang yang tidak mengenyam pendidikan tapi dalam kehidupan lebih berhasil.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Inteligensi/Kecerdasan

Ada banyak teori mengenai Intelligensi atau kecerdasan dari beberapa ahli diantaranya :

Santrock (2009:151) “Kecerdasan atau keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari”. Artinya bahwa seorang individu dapat menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang dimilikinya dan berusaha menyesuaikan diri dalam lingkungannya baik yang datang dari lingkungan internal maupun eksternalnya.

Seorang individu yang mempunyai intelligensi tinggi cenderung akan muncul kecerdasannya dalam berbagai lingkungan dimanapun individu itu berada, yang tentu menjadi harapan keluarga, masyarakat bangsa dan Negara untuk menjadi generasi penerus yang tampil lebih baik dalam lingkungan pembelajaran. Seperti yang dikatakan, Slavin (2006:163). Satu hal bahwa terdapat orang-orang ‘pandai’ yang dapat diharapkan tampil dengan baik dalam berbagai jenis situasi pembelajaran.

Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Djaali (2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Artinya bahwa seorang individu bisa menyelesaikan permasalah dengan cepat apabila memadukan dan menyatukan dari berbagai intelligensi-intelligensi, sehingga individu tersebut dapat menyelesaikan permasalahannya dengan secara efektif dan efisien.

Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

Sujiono (2009:177) “Kemampuan yang menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang dihadapi”. Artinya bahwa seorang individu akan terlihat intelligensinya ketika misalnya 2 orang individu yaitu individu A dan individu B dihadapkan dalam satu persoalan yang sama, namun dalam waktu yang ditentukan, salah satu individu tersebut yaitu individu A sudah terlebih dulu dapat menyelesaikan permasalahannya, berbeda dengan individu B membutuhkan banyak waktu lagi untuk menyelesaikan permasalahannya.

Kecerdasan atau inteligensi adalah kemampuan adaptasi  dan menggunakan pengetahuan yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan hidupnya.

Semakin cerdas seseorang maka semakin besar peluang untuk lebih sukses di bandingksan orang yang tidak cerdas, karena Kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang perlu di adakan tes kecerdasan.

Selama ini tes kecerdasan umumnya hanya di berikan kepada orang-orang yang menempuh bangku pendidikan sehingga tampak bahwa tingkat kecerdasan orang yang berpendidikan  di anggap lebih baik di bandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan, namun kenyataan di lapangan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas, hal ini di buktikan dengan banyaknya orang yang sukses tanpa melalui jenjang pendidikan yang tinggi contoh para pedagang yang sukses.

Berdasarkan fakta tersebut sebaiknya tes kecerdasan juga di berikan kepada orang-orang yang tidak menempuh bangku pendidikan untuk memperoleh informasi yang lebih jauh tentang factor utama yang mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang selain factor pendidikan formal.

Fakta hasil pendidikan di Indonesia saat ini sudah banyak melahirkan generasi-generasi penerus yang berbeda-beda ditingkatan kemampuannya di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.  Perbedaan kemampuan tersebut menjadi budaya pendidikan yang baku, dimana ada peserta didik yang kemampuan IQ nya tinggi ditempatkan pada posisi atas atau menjadi peringkat pertama sedangkan peserta didik yang IQ nya rendah di tempatkan pada posisi bawah.

Perhatian pendidikan memprioritaskan kepada kemampuan IQ peserta didik, yang menekankan peserta didik harus mampu setinggi-tingginya dalam penguasaan analitis. Budaya penghargaan besar hanya untuk siswa yang mempunyai kecerdasan analitis, sementara kemampuan peserta didik itu berbeda-beda ada yang cenderung pada kemampuan kreatifitas, dan praktis.

Santrock (2009:156) mengatakan bahwa “ para siswa yang mempunyai kemampuan analitis yang tinggi, cenderung disukai di sekolah-sekolah konvensional. Mereka cenderung mendapatkan nilai baik di kelas-kelas dimana guru mengajar dan memberikan ujian yang obyektif ”

Dari kutipan tersebut jelaslah bahwa peserta didik yang mempunyai kemampuan analitis tinggi tidak dipungkiri, sangat diharapkan oleh guru, dimana dalam hasil ujian selalu mendapatkan skor yang bagus dalam tes IQ serta nantinya berhak masuk ke perguruan tinggi yang kompetitif.

Sehingga peserta didik yang mempunyai tingkat intelegensi kreatif dan praktis setinggi apapun, jarang dihargai di lingkungan sekolah. Intelegensi analitis yang menjadi icon yang rata-rata lebih besar memberatkan peserta didik karena peserta didik yang mempunyai inteligensi analitis sangat sedikit sekali. Contoh misalkan di setiap sekolah ditingkatan apapun itu, yang mendapat juara pertama terlebih juara umum pasti 1 atau paling banyak 2 orang. Itu kenapa tejadi, karena pendidikan yang dalam hal ini sekolah yang menjadi konteksnya, hanya melihat kemampuan peserta didik dari intelegensi analitis saja, peserta yang mendapat peringkat atau rangking 1 s.d 3 lebih diperhatikan dan mendapat penghargaan lebih dari guru. Makanya jumlah peserta didik yang mempunyai intelegensi analitis lebih sedikit dibanding dengan peserta didik yang mempunyai intelegensi kreatif dan praktis yang jumlahnya jauh lebih besar.

Santrock (2009:156) mengatakan bahwa “ para siswa yang berintelegensi kreatif  yang tinggi sering tidak berada di tingkat atas di kelas mereka. Para siswa yang berinteligensi kreatif, mungkin tidak memenuhi harapan para guru tentang bagaimana tugas-tugas harusnya dikerjakan. Mereka memberikan jawaban yang unik, yang membuat mereka mendapat teguran “.

Guru cenderung tidak menyukai dan tidak memberikan penghargaan untuk peserta didik yang mempunyai intelegensi kreatif  tinggi yang tidak memberikan tugas sekolah dengan sesuai yang diperintahkan, maka hasil pembelajaran bagaimanapun akan tidak mengalami perubahan selama hanya konsep intelegensi analitis yang diprioritaskan.

Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan tertentu yang mengacu pada tujuan nasional, seperti yang tercantum pada  Undang-undang RI No 20 tahun 2003 BAB II tentang DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN pasal 3 yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan tersebut tidak akan mungkin tercapai jika konsep dan sistem yang dilaksanakan dalam proses pendidikan hanya mengedepankan inteligensi analitis dan pengembangan inteligensi analitis saja, tetapi harus ada pengembangkan dan perhatian juga dari sekolah untuk peserta didik yang berintelegensi kreatif yang tinggi agar tujuan nasionalpun tercapai yaitu agar dengan pendidikan peserta didik menjadi manusia yang kreatif.

Selain intelegensi analitis tinggi dan intelegensi kreatif tinggi, peserta didik juga ada yang lebih cenderung pada intelegensi praktis seperti peserta didik yang berinteligensi praktis.

Santrock (2009:156) mengatakan bahwa “ siswa yang berinteligensi praktis sering tidak berhubungan baik dengan tuntutan sekolah. Namun siswa-siswa ini sering berprestasi baik di luar sekolah. Keterampilan sosial dan pengetahuan umum mereka memungkinkan mereka untuk menjadi manajer atau wirausaha yang berhasil, meskipun prestasi sekolah tidak istimewa.

Dominan di sekolah ada banyak berbagai macam pilihan ekstrakurikuler, paling sedikit 1 atau 2 pilihan ekstrakurikuler di sekolah. Namun tidak sedikit guru yang tidak menyukai peserta didik yang ikut aktif di ekstrakurikuler tersebut, dengan alasan mengganggu pembelajaran di kelas, kenapa seperti itu pandangan guru? Karena selama ini memandang bahwa pendidikan ekstrakurikuler adalah pendidikan tambahan yang tidak terlalu penting untuk peserta didik. Padahal salah satu untuk mewujudkan peserta didik yang cakap, mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan UU RI No. 3 BAB II  pasal 3, adalah dengan adanya sebuah wadah yang mengembangkan inteligensi praktis. Dengan siswa ikut dalam salah satu ekstrakurikuler tersebut memberikan wadah pengembangan untuk mengukur peserta didik dalam inteligensi yang dimilki. Karena inteligensi yang dimiliki setiap peserta didik berbeda-beda yang pada akhirnya setelah selesai jenjang sekolah dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mandiri. Adapun dalam proses pemenuhuan kebutuhan dirinya sendiri berbeda-beda pula aktifitasnya, ada yang dituntut bisa menjadi ilmuwan, pemimpin perusahaan, guru, seniman, dll. Kesemua itu tidak bisa hanya menggunakan inteligensi analitis saja tetapi membutuhkan inteligensi kreatif dan praktis dalam sebuah lingkungan.

Tidak bisa sukses seseorang dalam bidang seni lukis, seni rupa, tari, suara, dsb bagi orang yang inteligensi analitisnya tinggi, dan yang dibutuhkan untuk kesuksessan dalam bidang tersebut adalah orang-orang yang mempunyai inteligensi kreatif. Begitu pula tidak akan mungkin sukses seorang manager/ pemimpin perusahaan bila yang mengendalikan semua proses tersebut oleh orang yang inteligensi analitisnya tinggi, tetapi yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mempunyai inteligensi praktis tinggi yang mampu untuk menjadikan keberhasilan sebuah usaha. Dalam artian inteligensi analitis yang tinggi bukan tidak diperlukan, tetapi diperlukan juga sebagai penyeimbang. Santrock (2009:156).

Oleh karena itu kondisi di berbagai sekolah bahkan di perguruan tinggi tidak akan berubah sampai kapanpun menuju ke yang lebih baik, jika inteligensi analitis saja yang diharapkan bangsa sebagai generasi muda.

  1. Hakikat Intelegensi

Kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. (Gardner dalam Sujiono, 2009:176). Artinya bahwa hakikat intelligensi adalah kecerdasan yang sudah dimiliki seorang individu sejak lahir dan merupakan hal yang paling berharga sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk menciptakan hal-hal yang baru baik karya berbentuk fisik maupun non fisik yang diperlukan oleh manusia sebagai kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Melihat perkembangan jaman sudah masuk pada budaya masyarakat informasi serba tekhnologi, maka pembuatan karya-karya baru diharapkan untuk mempermudah dalam proses aktifitas kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan adalah kemampuan adaptasi  dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari. Kecerdasan merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian suatu tujuan hidup atau  kesuksesan bagi seorang individu,namun demikian kecerdasan bukan satu-satunya faktor utama, karena inteligensi ini di pengaruhi oleh banyak faktor seiring dengan perkembangannnya. Faktor-faktor itu diantaranya adalah lingkungan dan proses belajar yang di tempuh oleh seseorang. Santrock (2009:151).

                 (Huxley dalam Santrock 2009:151) mengemukakakan bahwa anak-anak mempunyai rasa ingin tahu dan kecerdasan yang luar biasa di bandingan. Huxley juga mengatakan bahwa inteligensi merupakan milik manusia yang paling berharga yang tidak dapat di ukur secara langsung, melainkan dapat mengevaluasi kecerdasan melalui tindakan cerdas seseorang, tes inteligensi hanya di gunakan untuk memprediksi tingkat kecerdasan seseorang.

Ormrod (2007:105) mengemukakan bahwa kecerdasan (inteligensi) di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

  1. Faktor adaptasi: kemampuan dalam menentukan  tujuan,dan beradaptasi terhadap brbagai metode untuk mencapai kesuksesan
  2. Faktor kemampuan dalam menggunakan pengetahuan yang di miliki untuk menganlisis dan menemukan cara baru yang efektif untuk menyelesaikan masalah secara cepat.
  3. Faktor interaksi: banyak melibatkan diri dalam interaksi sosial dan mampu melakukan koordinasi dalam kelompok yang memiliki peribadi yang berbeda-beda.

Beberapa faktor tersebut merupakan unsur-unsur penyusun dari intelegensi atau kecerdasan itu sendiri selain faktor-faktor lainnya. Hakikat Intelegensi adalah bagaimana individu itu mampu untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.

Woolfolk (2007:111) “Kemampuan untuk belajar dalam jumlah pengetahuan yang sudah diperoleh dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik dalam setiap situasi yang baru dari yang pribadi sampai ke lingkungan yang umum”. Artinya seorang individu yang mempunyai sejumlah kecerdasan pasti memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam berbagai lingkungan khususnya lingkungan pribadi dan umumnya lingkungan secara umum.

Dalam Al-Ouran surat 2 (Al-Baqarah ayat 269) yang artinya “Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil hikmah”. Ayat tersebut mengungkapkan bahwa seorang individu yang memiliki intelligensilah yang mampu memaknai apapun yang terjadi dan yang dialami oleh individu tersebut. (Al-Alaq:15-16) “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti berbuat kerusakan, niscaya kami tarik ubun-ubunnya. Yaitu ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka”. Dan ayat ini juga mengungkapkan bahwa akan arti pentingnya intelligensi yang dimiliki untuk dapat dipergunakan pada tempat dan jalan yang tepat, jika intelligensi yang sudah dimiliki tidak diaplikasikan maka intelligensi tersebut, lama-kelamaan akan hilang. Misalnya: seorang guru bila memberikan ilmu yang salah kepada peserta didiknya, maka intelligensi yang dimilki tersebut akan hilang pelan-pelan dan tidak akan memberikan makna apapun dari intelligensi yang sudah dimiliknya.

Mengapa Al Quran menyatakan bahwa kepala bagian depan (ubun-ubun) adalah adalah bagian yang penuh dengan kebohongan dan dosa?. Atau dengan kata lain Al Quran menyatakan bahwa apabila manusia ingin berbuat kebohongan ataupun dosa, maka kepala (otak) depanlah yang paling berperan. Lalu apa hubungannya antara kepala (otak) depan, bohong dan dosa?
Bila kita lihat gambar tengkorak manusia bagian depan, kita akan temukan bagian depan otak manusia (lihat gambar 1). Apa yang dapat dijelaskan oleh ilmu faal tentang fungsi bagian ini?. Buku yang berjudul “Essential of Anatomy & Physiology” menyatakan bahwa : Motivasi dan tinjauan masa depan untuk merencankan dan memulai pergerakan terjadi di sel otak bagian depan, daerah inilah yang disebut dengan “prefrontal area”. Selanjutnya buku ini menyebutkan bahwa “ Sehubungan dengan keterlibatannya dalam memotivasi, otak bagian depan (prefrontal area) juga berfungsi sebagai pusat tindakan agresif”

Jadi, bagian inilah yang bertanggung jawab dalam merencanakan, memotivasi dan memulai tindakan baik , bohong dan dosa dan juga bertanggung jawab dalam menyampaikan kebenaran dan kebohongan. Jadi sangatlah tepat untuk menyatakan bahwa :”bagian otak depan adalah pusat tindakan baik, bohong dan dosa”. Persis seperti yang dinyatakan oleh Al Quran 15 abad yang silam.

Beberapa ahli mendeskripsikan intelligensi sebagai keterampilan penyelesaian masalah. Seperti teori Vygotsky, intelligensi harus mencakup kemampuan untuk menggunakan unsur-unsur budaya dengan bantuan dari individu-individu yang lebih terampil. Karena inteligensi adalah sebuah konsep yang abstrak dan luas, tidaklah mengejutkan bahwa ada begitu banyak cara untuk mendefinisikannya dan mengukurnya. Santrock (2009:151).

 

  1. Macam-macam Intelligensi

Sternberg dalam Santrock (2009:156), mengatakan bahwa siswa yang memiliki pola triarchic, yang berlainan terlihat berbeda di sekolah. Secara umum macam-macam intelligensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:

  1. Inteligensi Analitis, yaitu : kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
  2. Inteligensi Kreatif, yaitu : kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
  3. Inteligensi Praktis, yaitu : kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan berbagai peralatan dan media.

 

  1. Paradigma Multiplle Inteligensi dalam Pendidikan

Multiplle Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah. (Kompas dalam jurnal pendidikan Penabur 2005).

Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemmapuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikn bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada peserta didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?

Teori multiplle Intellegences bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.

Ada beberapa macam kecerdasan yang diungkapkan oleh (Gardner dalam Santrock, 2009:156), (Woolfolk, 2007:113), (Slavin, 2006:165), (Stefanakis dalam Sujiono, 2009: 184), yaitu :

  1. Intelegensi keterampilan verbal: kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis, jurnalis, pembicara).
  2. Intelegensi keterampilan matematis: kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur, akuntan)
  3. Intelegensi kemampuan ruang: kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok warna/i agar sama dengan rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah.

Contoh:

“gunakanlah balok-balok tersebut menjadi tersusun rapi seperti contoh gambar di sebelah kiri”

Cenderung menjadi profesi : (arsitek, seniman, pelaut)

  1. Inteligensi kemampuan musical: kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan music. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosakata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi music. Misalnya dalam pelajaran kerajinan tangan dan kesenian (kertakes), seorang individu akan cepat memahami pelajaran dan berani menyanyikan/memainkan peralatan musik. Cenderung berprofesi menjadi: (composer, musisi, dan ahli terapi musik).
  2. Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh: kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi menjadi: (ahli bedah, seniman yang ahli, penari, atlet)
  3. Inteligensi Keterampilan intrapersonal: kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi : (teolog, psikolog).
  4. Inteligensi keterampilan interpersonal: kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Cenderung berprofesi menjadi : (guru yang berhasil, ahli kesehatan mental).
  5. Inteligensi keterampilan naturalis: kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangta dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman, dan tata surya. Cenderung berprofesi menjadi: (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli bentang darat).
  6. Inteligensi emosional : kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).

Dari uraian diatas, intelligensi dapat diklasifikasikan menurut :

GARDNER STERNBERG SALOVEY/MAYER
Verbal

Matematis

Analitis
Ruang

Gerakan

Musikal

Kreatif
Interpersonal

Intrapersonal

Kreatif Emosional
Naturalis

Intelligensi verbal, matematis dan analitis merupakan kelompok Intelligences Question. Intelligensi ruang, gerakan, musical, naturalis dan kreatif merupakan kelompok Spiritual Question, dan Intelligensi interpersonal, intrapersonal, praktis dan emosional merupakan kelompok Emosional Question.

IQ  : Kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Contoh: 3 x 3 = 9

EQ : Kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Contoh : Komitmen, loyalitas, dan kepekaan

SQ : Kemampuan memberi makna puncak seperti ritual (Ultimate meaning). Contohnya : Spiritualisasi pekerjaan.

(Agustian, power point ESQ, slide:13)

AQ : Advertism Question, yaitu ketahanan malangan terhadap tantangan yang dialami dalam kehidupan

  1. Otak dan Intelligensi

Berbicara intelligensi tentu saja berbicara otak, karena semua informasi, gerakan, respon semuanya bermuara di otak. Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume 1.350 cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran/ intelligensi. Otak dan sel saraf di dalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognisi.

Otak manusia terdiri dari beberapa bagian diantaranya : otak besar, otak tengah, otak belakang dan otak kecil. Kesemuanya itu saling mempengaruhi dan memperkuat dalam kinerja perdetiknya. Otak besar yang terletak di depan yang mempunyai 2 belahan yaitu, otak kanan dan otak kiri. Belahan kanan mengatur dan melayani tubuh bagian kiri dan sebaliknya belahan otak kiri mengatur dan melayani otak kiri. Jika otak belahan kiri mengalami gangguan maka tubuh bagian kanan mengalami gangguan bahkan mungkin kelumpuhan. (http//:gemasastrin.htm).

Otak kiri berkecenderungan untuk pemahaman matematika, bahasa, membaca, menulis, logika, sequences (urutan), sistematis, analitis, obyektif, perlu uji, dan perlu data (valid dan terandal). Sedang otak kanan berkecenderungan untuk pemahaman kreatifitas, konseptual, inovasi, gagasan, gambar, warna, music, irama, melodi, subyektif, acak, tidak logis, rasa, keyakinan, tidak ilmiah dan bermimpi.

Otak kiri dan otak kanan tersebut  akan dihubungkan oleh dendrit yaitu lapisan dalam yang berwarna putih yang banyak mengandung serabut saraf. Yang nantinya akan masuk dalam short term memori (STM), dimana bila seorang peserta didik melihat the first impression dari gurunya yang menarik maka panca indera peserta didik yang mendapat ketertarikan peran gurunya tersebut akan di respon oleh panca inderanya tersebut dan masuk pada STM. Jika dilakukan pembelajaran diulang-ulang atau refitisi maka peserta didik akan mengalami pemahaman yang masuknya nanti pada long term memori (LTM). STM dan LTM semuanya bermuara di otak, jika peserta didik sudah memahami pelajaran yang disampaikan gurunya, maka peserta didik akan mengalami proses berpikir dan memahami apa yang meski dilakukan atau bersikap. Seperti pada gambar di bawah ini yang menggambarkan belahan otak kanan dan otak kiri yang sangat berhubungan erat dan saling mempengaruhi:

(gb. Perbedaan otak kiri dan otak kanan)

 

Belahan otak kanan dan otak kiri mempunyai Anatomi otak yang berbeda fungsinya, otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera. Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan. System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk impuls listrik. Kemudian impuls listrik dikirim ke pusat system saraf yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang. Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirimimpuls saraf ke otot sehingga otot berkontraksi atau rileks.

Di dalam jaringan system saraf pusat terdapat hirarki control. Banyak rangsangan sederhana berhubungan dengan tindakan reflex/aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita mengibaskan tangan saat menyentuh pirig panas). Otak tidak tidak terlibat langsung dalam proses ‘identifikasi’ mengenai tindakan reflex. Tapi tindakan reflex tersebut diproses di saraf tulang belakang. Meskipun otak otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan dengan aksi spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan yang dipersepsi alat indera. Contohnya kita tidak serta-merta menumphkan sepiring penuh makanan tanpa alasan kecuali piring itu memang panas sehingga kita reflex menumpahkannya. Atau bisa juga hal itu disebabkan oleh stress yang kita alami.

Fenomena semacam ini adalah fungsi yang rumit yang terjadi di otak. Bernafas, keseimbangan, menelan, dan mencerna terjadi karena fungsi otomatis otak. Dan kita tidak menyadari bahwa proses tubuh tersebut membutuhkan control yang lembut dan tekhnik mengatur yang baik. Otak purba mengontrolnya secara relatif. Misalnya kita akan menoleh jika seseorang memanggil nama kita di jalan. Aksi tersebut dikontrol oleh bagian otak yang lebih baru. Otak dan urat saraf tulang belakang dilindungi oleh tulang (tengkorak dan tulang belakang secara brurutan) dan dikelilingi oleh cairan otak yang berfungsi sebagai alat penahan goncangan.

Otak Nampak seperti  sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam 3 bagian umum yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Posisi bagian-bagian otak tersebut tidak sesuai dengan namanya, seperti otak depan tidak berada di bagian depan. Karena nama bagian-bagian tersebut didasarkan pada posisi saat manusia masih berbentuk embrio. Kemudian posisi bagian-bagian otak tersebut berubah selama perkembangan janin dalam kandungan. Otak belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian fungsional, yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular dan cerebellum. Seperti pada gambar berikut: (http//Wikimedia common:otak)

(gb. Anatomi Otak)

 

Diantara pusat otak dan korteks terletak system limbic (berasal dari bahasa latin yang berarti batas). Anatomo system limbic ini memungkinkan kita mengontrol insting/naluri kita. Misalnya, kita tidak serta merta memukul seseorang yang tidak sengaja menginjak kaki kita. System limbic terdiri dari tiga bagian utama, yaitu amygdale dan septum yang berfungsi mengontrol kemarahan, agresi, dan ketakutan, serta hippocampus yang penting dalam merekam memori baru.

Korteks (korteks cerebal) adalah helaian saraf yang tebalnya kurang dari 5 mm, tapi luas bagiannya mencapai 155 cm. korteks menyusun  70 % bagian otak. Lipatan korteks yang erat kaitannya dengan tengkorak manusia membuat otak tampak berkerut. Saraf dalam korteks memproses data. Korteks mempunyai sejumlah struktur dan bagian-bagian fungsional yaitu bagian kiri dan kanannya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa kedua belahan otak dihubungkan oleh sebuah bundle serat tebal yang disebut corpus callsum yang membantu menyatukan aktifitas otak (memberitahu otak kiri tentang apa yang dilakukan otak kanan, juga sebaliknya). Dalam korteks ada empat lobus atau cuping, yaitu temporal, frontal, occipital, dan parietal. Lobus frontal berhubungan dengan konsentrasi, lobus temporal berhubungan dengan bahasa dan ingatan, lobus parietal berhubungan dengan sensor data, dan lobus occipital berhubungan dengan penglihatan dan persepsi. Jadi proses kesadaran pikiran bergantung pada interaksi kompleks di bagianbagian otak.

(Porter&Hernacki dalam Wikimedia common: otak), menyatakan bahwa otak dibagi dalam 3 bagian dasar, yaitu batang atau otak reptile, sisitem limbic atau otak mamalia dan neokorteks. Ketiga bagian tersebut masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan mempunyai struktur syaraf tertentu serta mengatur tugasnya masing-masing. Batang atau otak reptile adalah komponen kecerdasan terendah dari manusia. Ia bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi sensor motorik sebagai insting mempertahankan hidup dan pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindera. Apabila otak reptile ini dominan, maka kita tidak dapat berfikir pada tingkat yang sangat tinggi.

Di sekeliling otak reptile terdapat system limbic yang sangat kompleks dan luas. Sistim limbic ini terletak di tengah otak yang fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar dikendalikan oleh sisitem limbic ini. Sistim ini juga merupakan panel control yang menggunakan informasi dari pancaindera untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian neokorteks. Neokorteks adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi. Penalaran berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan berasal dari pengaturan neokorteks. Menurut Gardner dalam Santrock (2009: 156), kecerdasan majemuk (multiple intelligensi) berada pada bagian ini. Bahkan pada bagian ini pula terdapat intuisi yaitu kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak diterima oleh pancaindera. Bagian-bagian otak tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam kinerjanya, lebih jelas bisa dilihat pada gambar beikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Gb. Fungsi otak)

Jaringan otak orang hidup menghasilkan gelombang-gelombang listrik yang berfluktuasi pada tahun 1929. Alat ini disebut Electroencephalograph atau disingkat EEG, dengan menempelkan sepasang electrode di kulit kepala, maka dapat diketahui perbedaan tegangan arus listrik padanya. Apabila di layar monitor electroencephalograph tidal lagi terlihat adanya gelombang, maka orang tersebut secara medis telah mati, meskipun di bagian tubuh lain masih ada gerakan. Frekwensi gelombang EEG dihitung dengan jumlah cycles per second atau cps (Hertz-Hz).

Gelombang delta adalah kondisi orang sedang tidur yang frekwensinya antara 0,5 s.d 3,5 cps. Orang tidur tanpa mimpi, otaknya menghasilkan gelombang delta, sedangkan orang koma gelombang otaknya hanya 0,5 cps. Tidur rutin untuk manusia, adalah upaya untuk memulihkan kondisi sel-sel tubuhnya termasuk sel otak yang telah bekerja berat seharian. Oleh karena itu orang sakit perlu banyak tidur beristirahat. Glombang theta dengan putaran 3,5 s.d 7 cps, terjadi saat orang bermimpi. Mimpi ditandai dengan gerakan bola mata yang cepat. Perasaan bermimpi yang terasa lama sekali, pada hakekatnya hanya berlangsung dalam hitungan detik. Hal ini karena ukuran waktu yang dipakai orang yang bermimpi ialah waktu ukuran ruh. Bukankah waktu ribuan tahun di dunia, hanya sekejap saja menurut ukuran akhirat. Para penemu, pencipta musisi bekerja dalam kondisi  gelombang theta. Gelombang Alpha antara 7 s.d 13 cps. Terjadi pada kondisi normal orang dewasa bekerja, tanpa dibebani pikiran macam-macam, tanpa target yang berat. Seperti pada gambari dibawah ini: (http//Wikimedia common:otak)

 

 

 

 

 

 

 

 

(gb. Gelombang otak)

Berdasarkan informasi yang diserap oleh gelombang-gelombang di atas, maka terdapat jenis-jenis informasi diantaranya seperti pada gambar berikut:

(gb. Jenis-jenis memori berdasarkan fungsinya)

Memori otak manusia kerjanya mirip dengan memori komputer. Pada komputer, memorinya disebut RAM (Random Access Memory) berfungsi merekam, memelihara dan memanfaatkan informasi baru. Pada manusia, fungsinya lebih luas lagi mencakup perbendaharaan kata, pengetahuan bahasa, semua informasi yang telah kita pelajari, pengalaman hidup pribadi, segala kemahiran yang telah dipelajari dari mulai berjalan, berbicara hingga prestasi musik dan olahraga.

Klasifikasi Memori. Para ahli membagi memori otak manusia menjadi dua yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory). Memori jangka pendek adalah memori yang cepat diingat, cepat lupa dan kapasitasnya terbatas, sedangkan memori jangka panjang adalah memori yang lambat dilupakan dan kapasitasnya tidak terbatas. Memori jangka panjang dibagi menjadi dua yaitu memori deklaratif (eksplisit) dan memori non deklaratif (implisit/prosedural). Memori deklaratif/eksplisit adalah memori yang dimaksud seperti kebanyakan orang dengan memori. Memori deklaratif/eksplisit disimpan di dalam korteks serebral tepatnya di hipokampus. Memori deklaratif/eksplisit dibagi lagi menjadi dua, yaitu memori episodik dan memori semantik. Memori episodik adalah memori tentang pengalaman-pengalaman diri sendiri yang biasanya berhubungan dengan riwayat hidup. Memori semantik berisikan jumlah total pengetahuan yang dimiliki seperti perbendaharaan kata, pemahaman matematika dan segala fakta yang diketahui. Memori non deklaratif/implisit/prosedural berisikan antara lain kemahiran, kategori, priming, hubungan dasar dan keterbiasaan (classical conditioning). (http//Wikimedia common:otak).

(gb. Hubungan pancaindera dan otak)

Keadaan memori di atas boleh jadi merupakan tanda-tanda otak seorang individu membutuhkan “makanan baru”. Rutinitas pekerjaan dan tenggat waktu yang ketat seringkali membuat orang melupakan kesempatan me-recharge baterai alami sekaligus prosesor komputer tercanggih yang  dimiliki: Otak.

Kebiasaan beraktivitas, pola makan dan teman-teman bergaul, perlu diperiksa lagi agar kecanggihan mesin ajaib di tubuh dalam keadaan terawat. Kebiasaan lama ibarat jalan tol sepanjang 100 km menuju lokasi tujuan yang dilalui oleh ribuan kendaraan. Namun, aktivitas baru dapat dianalogikan dengan jalan setapak yang sangat mungkin berjarak 50 km ke lokasi yang tuju. Jadi mendengar musik yang itu-itu saja dan membaca surat kabar yang sama setiap hari membuat orang merasa jalan tol ini adalah rute paling dekat menuju tujuannya.

Berikut ini beberapa tips yang dapat membuat seorang individu lebih cepat membangun dan menemukan jalan setapak baru yang lebih singkat: (http//Wikimedia common:otak)

  • Baca majalah/surat kabar/buku dengan topik yang belum pernah dikenali sebelumnya. Informasi yang sama sekali baru, adalah bahan bakar dari proses kreatif.
  • Ikuti kelas-kelas keterampilan baru, seperti: kursus fotografi, keterampilan menulis kreatif, kursus mematung, kursus menggambar atau kursus menari India. Aktivitas motorik yang sama sekali baru dapat memberi perspektif baru dalam kegiatan sehari-hari yang jalani.
  • Hasilkan sesuatu: artikel, tulisan, gambar, sketsa dan lukisan. Seorang Individu dapat juga membuat coretan berupa simbol-simbol dari alur pekerjaanseorang individu. Coretan berupa simbol dapat membantu seorang individu berpikir secara simbolis dan visual. Bila individu terbiasa berpikir dengan kata-kata, berpikir dengan gambar, akan memudahkan lahirnya ide baru. Perasaan produktif juga dapat memacu individu untuk menghasilkan hal lain lagi.
  • Lakukan Olahraga ritmis dan bersifat aerobik secara teratur. Berenang, jogging dan jalan cepat bermanfaat jika sedang tersendat saat berpikir suatu masalah. Aktivitas repetitif semacam ini memudahkan kegiatan berpikir di bawah sadar ‘meloncat’ keluar.
  • Nikmati musik. Dengarkan lagu-lagu dari jenis musik yang berbeda dari yang biasa  didengar. Ingin melakukan aktivitas mental yang lebih rumit? Kalau perlu belajar untuk memainkan instrumen musik baru.
  • Memasak. Ini serius! Mengolah makanan yang mentah menjadi sajian yang matang dan menggoda dengan seluruh proses prosedur memasak melibatkan seluruh otak seorang individu. Jika ingin sekalian menikmatinya, jangan lupakan kerang dan ikan laut. Makanan berprotein tinggi adalah amunisi andalan bagi otak.
  • Bertemu dan bersosialisasi dengan orang baru. Membangun hubungan dengan orang baru menambah persepsi baru tentang hidup dan kehidupan. Pelajari cara orang lain memandang masalah dan menyelesaikannya.
  • Lalui rute baru di perjalanan. Secara aktif mencari jalur alternatif baru selain menambah peluang menghindari kemacetan juga dapat melatih kemampuan keruangan dan daya ingat.

Jadi jangan biarkan sel-sel otak diam sehingga lama-kelamaan menyusut. Rawat dan kembangkan kemampuan agar benda ajaib ini dapat berproduksi optimal.

 

 

 

(gb. Peta Sukses Belajar)

Setiap Manusia Normal dilahirkan dengan kapasitas otak yang hampir sama, yakni 1.2 kg pada pria, dan 200 gram lebih sedikit pada wanita. Ini berarti, setiap orang memiliki POTENSI yang sama untuk sukses, termasuk dalam hal belajar. Bila peserta didik telah merasa belajar dengan keras, tekun namun belum juga mendapatkan hasil yang diinginkan, hal tersebut berarti ada yang salah dengan METODE BELAJAR nya, atau kemungkinan besar peserta didik tidak memiliki metode Belajar sama sekali! Jika demikian halnya, Peta Sukses Belajar Cerdas bisa menjadi salah satu alternative Metode Belajar yang cerdas dan efektif-efisien. (http//Wikimedia common:otak).

  1. Pengukuran Inteligensi

Intelegensi tidak dapat di ukur seperti tinggi badan atau berat badan, karena kecerdasan hanya dapat di ukur  secara tidak langsung melalui tindakan cerdas yang di lakukan seseorang dan melalui tes intelegensi secara tertulis.

Santrock (2009:152) mengemukakan bahwa tes kecerdasan yang dapat di lakukan dalam bentuk tertulis adalah tes culture-fair.

Tes culture-fair yaitu tes yang menghindari tes budaya, tes tersebut telah di kembangkan dalam dua jenis yang bebas bias budaya. Yang pertama mencakup pertanyaan yang di kenal orang-orang dari semua latar belakang sosial ekonomi dan etnis. Misalnya pertanyaan untuk orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan berbeda dengan orang yang belum berpendidikan tinggi.

  1. Tes Inteligensi Individual

Tes 1905 scale, dinamakan tes 1905 karena tes ini ditemukan pada tahun 1905 oleh Alfred Binet. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, yang berkisar dari kemampuan untuk telinga seseorang sampai kemampuan untuk menggambarkan rancangan dari ingatan dan mendefinisikan konsep-konsep abstrak.

Tes Binet mengembangkan konsep Usia mental, tingkat perkembangan mental seseorang bila dibandingkan dengan orang lain. Pada tahun 1912 William Stern menciptakan konsep intelligence question (IQ), yang merujuk pada usia mental seseorang dibagi usia kronologis, dikali 100 yaitu IQ = MA/CA x 100.

Apabila usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ nya adalah 100. Apabila usia mental di atas usia kronologis, IQ nya lebih dari 100. Tes Stanford-Binet saat ini dilakukan secara individual untuk orang yang berusia 2 tahun sampai dewasa. Tes ini mencakup berbagai soal, beberapa soal membutuhkan respon verbal, soal yang lainnya membutuhkan  respon non verbal.

Tes skala Wechsler, yang dikembangkan oleh david Wechsler. Tes tersebut mencakup  Wechsler Presscool dan Primary scale of intelegence III (WPPSI III) untuk mengetes anak-anak berusia 4-6,5 tahun, Wechsler  Intelegence scale for children – IV Integrated (WISC-IV Integrated) untuk anak-anak dan para remaja berusia 6 s.d 16 tahun, dan Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS III).

Selain IQ secara keseluruhan, skala Wechsler juga menghasilkan IQ verbal dan IQ kinerja (berdasarkan soal-soal yang tidak membutuhkan respons verbal). Soal IQ verbal didasarkan pada 6 subskala verbal, IQ kerja pada lima subskala kinerja. Skala tersebut memungkinkan penguji dapat dengan cepat pola kekuatan dan kelemahan dalam area intelegensi siswa yang berbeda-beda. (Woolger dalam Santrock, 2009:153).

  1. Tes Intelegensi kelompok

Tes intelegensi kelompok mencakup Lorge-Throndike Intellegence test, Khulman Anderson Intellegence tes, dan Otis –Lennon  School Mentak Abilities Test. Tes intelegensi kelompok lebih mudah dan lebih ekonomis daripada tes individual, tetapi tes intelegensi kelompok mempunyai kekurangan. Ketika sebuah tes diberikan dalam satu kelompok besar, penguji tidak bisa membangun koneksi, menentukan tingkat kegelisahan siswa, dsb. (Drummond dalam Santrock, 2009:154).

Dalam situasi tes kelompok besar, para siswa bisa jadi tidak memahami perintah atau mungkin terganggu oleh siswa lain. Oleh karena keterbatasan tersebut, saat membuat keputusan penting mengenai siswa, tes intelegensi kelompok perlu dilengkapai dengan informasi kemampuan siswa tersebut. Untuk hal itu, strategi yang sama berlaku untuk tes intelegensi individual, meskipun biasanya bersikap bijaksana untuk tidak mempercayai begitu saja akurasi skor inteligensi nilai kelompok. Banyak siswa mengerjakan tes dalam kelompok-kelompok besar di sekolah, tetapi keputusan untuk menempatkan seorang siswa dlam satu kelas bagi siswa-siswa yang mempunyai keterbelakangan mental, kelas pendidikan khusus , atau kelas untuk sisiwa-siswa yang berbakat seharusnya tidak hanya didasarkan pada tes kelompok.

  1. Implementasi Inteligensi dalam Pendidikan
  2. Kondisi saat ini dalam aplikasi pendidikan di Indonesia masih mengedepankan intelegensi analitis dan mengenyampingkan intelegensi-intelegensi lainnya seperti, kreatif dan praktis. Padahal intelegensi analitis tidak melahirkan banyak selain dari konsep-konsep pengetahun, sementara karakter individu itu lain-lain kemampuannya. Banyak individu yang berkompetensi dari intelegensi kreatif dan praktis, namun jika disekolah tidak diseimbangkan penerapan intelegensi-intelegensi tersebut pada peserta didik, maka perubahan progressif pendidikan akan mengalami perubahan yang sangat lambat sekali.
  3. Implementasi intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang ditunjang dengan multiplle intelligence termasuk intelegensi emosional di dalamnya, harus dirumuskan dan diterapkan pada tingkatan-tingkatan sekolah sebagai awal pembelajaran kedepannya untuk menjadi individu yang ahli dan professional.

BAB III

KESIMPULAN

 

  1. Resume

Intelegensi merupakan kemampuan manusia untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.

Intellgensi harus diterapkan dalam proses pembelajaran dalam setiap tingkatan di sekolah bahkan sampai perguruan tinggi, baik itu intelegensi umum (analitis, kreatif, praktis), maupun 8 intelegensi khusus dan intelegensi emosional.

Intelegensi merupakan kemampuan dasar yang menjadi dasar utama untuk menentukan dan mencapai kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini sangat di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal diri seseorang. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi namun secara sederhana jenis-jenis kecerdasan di bagi  atas, keterampilan verbal, keterampilan matematis, kemampuan ruang dan kemampuan musical.

Semua intelligensi bermuara di otak, otak kanan dan otak kiri yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mempengaruhi dan memperkuat. Tidak ada perbedaan diantara otak kanan dan otak kiri manusia dalam kinerjanya.

 

  1. Saran

Perlu ada upaya untuk dapat menyimpulkan pengertian dari intelegensi secara seragam sehingga kemudian di peroleh metode yang tepat dalam mengukur tingkat kecerdasan seseorang.

Implementasi intelegensi tersebut dapat direalisasikan secara kontinyu untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat besar untuk peserta didik khususnya dan sekolah umumnya.

(12 Februari 2010, Jum’at, Gd. FIP, Ruang Sidang, pukul 13.00 s.d 15.00)

Hasil Diskusi Kalayak !!!

Pertanyaan dari saudari Noval (kelompok 1), yaitu:

  1. Dilihat dari faktor genetik, manakah yang intelligensinya paling tinggi diantara laki-laki dan perempuan?
  2. Manakah yang paling berpengaruh terhadap intelligensi anak, factor genetikkah atau factor lingkungan?

Jawab :

  1. Pada dasarnya intelligensi laki-laki dan perempuan sama karena Tuhan menciptakan manusia dengan volume otak yang sama yaitu menurut (http//Wikipedia:otak) 1.350 cc. perkembangan intelligensi selanjutnya dtentukan oleh factor :
  2. Genetik
  3. Lingkungan
  4. Gizi
  5. Aktifitas

Ke-4 faktor tersebut mempengaruhi ketebalan korteks otak, dimana semakin tebal korteks otak maka kemungkinan besar semakin tinggi intelligensi seseorang.

  1. Faktor genetic dan lingkungan sama-sama penting (saling ketergantungan satu sama lain) dalam upaya meningkatkan intelligensi seseorang. Genetic yang baik tanpa diasah atau dilatih dengan aktifitas-aktifitas yang melibatkan lingkungan maka tidak akan menghasilkan intelligensi yang tinggi, begitu pula sebaliknya, banyak beraktifitas tanpa genetic yang baik maka hasilnya juga akan kurang maksimal, demikian pula factor-faktor penunjang intelligensi yang lain seperti gizi dan lingkungan seseorang.

Pertanyaan dari saudari Rodiah (Kelompok 2), yaitu :

  1. Diantara 4 gelombang otak manusia itu, yang terbaik yang mana?

Jawab :

  1. Semua gelombang itu pada dasarnya baik, tergantung kondisi manusia saat itu. Misalnya pada saat ingin tidur maka yang berfungsi adalah Theta, sangat tidak baik bagi kesehatan jika pada saat ingin tidur (pada malam hari) tetapi gelombang otak yang berfungsi adalah delta. Jadi waktu dan kondisi individulah yang menentukan deltha otak yang berfungsi. Gelombang delta adalah kondisi orang sedang tidur yang frekwensinya antara 0,5 s.d 3,5 cps. Orang tidur tanpa mimpi, otaknya menghasilkan gelombang delta, sedangkan orang koma gelombang otaknya hanya 0,5 cps. Tidur rutin untuk manusia, adalah upaya untuk memulihkan kondisi sel-sel tubuhnya termasuk sel otak yang telah bekerja berat seharian. Oleh karena itu orang sakit perlu banyak tidur beristirahat. Gelombang theta dengan putaran 3,5 s.d 7 cps, terjadi saat orang bermimpi. Mimpi ditandai dengan gerakan bola mata yang cepat. Perasaan bermimpi yang terasa lama sekali, pada hakekatnya hanya berlangsung dalam hitungan detik. Hal ini karena ukuran waktu yang dipakai orang yang bermimpi ialah waktu ukuran ruh. Bukankah waktu ribuan tahun di dunia, hanya sekejap saja menurut ukuran akhirat. Para penemu, pencipta musisi bekerja dalam kondisi gelombang theta. Gelombang Alpha antara 7 s.d 13 cps. Terjadi pada kondisi normal orang dewasa bekerja, tanpa dibebani pikiran macam-macam, tanpa target yang berat.

DAFTAR PUSTAKA

 

Djaali, (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

http//:gemasastrin.htm, (2008). Teori Multiple Intelligences dalam Pendidikan Anak.

 

http//:Wikimedia common:otak. (2008)

 

Jurnal Pendidikan Penabur,No 04/Th IV/Juli 2005

Ormord ellis,Jeanne (2007). Educational Psycologi  (Fourt Edition). Columbus,Ohio.

Santrock, John W. (2009). Educational psychology, pendidikan psikologi (edisi 3 terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.

Slavin, Robert E. (2006). Educational psychology (international edition). Boston: Allyn and Bacon.

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003. (2009). Tentang Guru dan Dosen.Bandung: Citra Umbara.

Wikipedia, File///F./Theory_of_Multiple_Intelligences.htm

 

Wolfolk, Anita (2007). Educational psychology (tenth edition). Boston:pearcon education,Inc.

Yuliani Nurani Sujiono, (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

 

 

         

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

A.   Inteligensi ……………………………………………………………..…

B.   Hakikat Inteligensi ………………………………………………………

C.   Macam-macam Inteligensi …………………………………………….

D.   Paradigma MI dalam Pendidikan  …………………………………….

E.   Otak dan Inteligensi …………………………………………………….

F.    Pengukuran Inteligensi …………………………………………………

G.   Implementasi Intelligensi dalam Pendidikan …………………………

BAB III KESIMPULAN

A.   Resume ………………………………………………………………….

B.   Saran …………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

Hasil Diskusi Kalayak  ……………………………………………………

i

ii

1

2

9

11

12

15

25

27

28

28

29

30

KATA PENGANTAR

 

Asslamu’alaikum Wr., Wb.,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat izin dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Intelligensi “ Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan” Mata kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan.

Sholawat serta salam terlimpah curah kepada sang revolusioner Islam sedunia dan suri tauladan sepanjang masa , Habibana wanabiyana Rasulallah Saw.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan.

Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu ,Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya  dan bagi pembaca umumnya.

Billahitaufik Walhidayah

Wasslamu’alaikum Wr., Wb.

 

 

Jakarta, 16 Februari 2010

 

 

 

                                                                               Penyusun

MAKALAH PENDIDIKAN TENTANG

INTELLIGENSI

 

TUGAS MATA KULIAH ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DOSEN Pengampu : Dr. Yuliani Nurani Sujiono, M.Pd.

 

 

Oleh :

Ani Marlina –   7416090223/ PKLH

Herawati – 7416090229/ PKLH

Megayana Ahmad – 7416090232/ PKLH

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2010

Leave a comment